MENGENAL DR. JOHANNES LEIMENA
Dr. Johannes Leimena (“Oom Yo”) - Negarawan Sejati & Politisi Berhati Nurani
Rapat Tim Paideia pada bulan April 2021 mendiskusikan artikel-artikel yang mau “diangkat” untuk bulan Mei 2021, termasuk artikel apa yang mau diangkat untuk tema “Hari Kebangkitan Nasional” yang kita peringati setiap tanggal 20 Mei. Kami memutuskan untuk membahas salah satu Pahlawan Nasional Indonesia, Dr. Johannes Leimena, atau sering dipanggil sebagai “Oom Yo”, tokoh Pahlawan Nasional Indonesia beragama Kristen sebagai topik untuk tahun ini. Sedikit sekali hal-hal yang mungkin kita ketahui tentang sosok Dr. Johannes Leimena yang sering dipanggil “Oom Yo”. Tahap pertama “research” saya mengenai Dr. J. Leimena saya dapati melalui Mr. Google sebagai berikut, “Dr. Johannes Leimena (lahir di Ambon, Maluku, 6 Maret 1905 – meninggal di Jakarta, 29 Maret 1977 pada umur 72 tahun). Ia merupakan seorang dokter, politisi, dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ia juga tercatat sebagai salah satu Menteri yang menjabat paling lama selama pemerintahan Presiden Soekarno, dengan total masa jabatan hampir 20 tahun. Leimena duduk dalam 18 kabinet yang berbeda, dimulai dari Kabinet Sjahrir II (1946) sampai Kabinet Dwikora III (1966), baik sebagai Menteri Kesehatan, Wakil Perdana Menteri, Menko Distribusi, Wakil Menteri Pertama maupun Menteri Sosial. Di luar itu, ia juga menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Konstituante, dan mengetuai Partai Kristen Indonesia (Parkindo) antara 1950 hingga 1961.”
Biografi yang singkat tentang Oom Yo ini selintas sudah dapat menggambarkan sosok Oom Yo sebagai tokoh yang sangat berprestasi. Namun, apakah hanya itu? Coba kita telaah lagi lebih dalam: (i) ditengah-tengah sekolah yang sulit pada zaman penjajahan, berapa banyak rakyat Indonesia yang dapat mendapatkan gelar Doktor (S3) pada tahun 1900-an?; (ii) apakah semudah itu Dr. J. Leimena mendapatkan karier yang cemerlang sejak zaman pendidikan sampai menjadi Menteri terlama di Indonesia, padahal ia sendiri terlahir di kota kecil dan seorang Kristen yang pasti menjadi minoritas; (iii) Mengapa seorang tokoh penting seperti Dr. Johannes Leimena bisa menjabat sebagai Menteri selama 20 tahun ‒dapat dipanggil secara dekat dengan panggilan “Oom Yo”‒ di antara orang-orang sekitarnya? Jarang sekali orang penting dan mempunyai kedudukan yang tinggi dapat dipanggil secara dekat dengan panggilan “Oom”; (iv) Bagaimana karya Tuhan Yesus dalam kehidupan Oom Yo yang membuatnya menjadi anak Tuhan yang melayani Tuhan dalam berbagai bidang, baik itu dunia kedokteran, maupun politik yang biasanya sedikit sekali orang Kristen mau berkecimpung di dalamnya.
1. Rencana dan Penyertaan Tuhan dalam kehidupan Dr. Johannes Leimena sejak kecil untuk melewati masa-masa sulitnya.
Dr. Johannes Leimena mengalami masa-masa sulit sejak masa kecilnya. Ia terlahir sebagai anak kedua dari empat bersaudara, anak dari pasangan Dominggus Leimena dan Elizabeth Sulilatu, di Ambon, pada 06 Maret 1905. Ayahnya seorang guru, yang pada saat itu terhitung sebagai golongan menengah. Pada usia lima tahun, Johannes telah menjadi yatim dan ia kemudian diasuh oleh pamannya. Ia kemudian bersekolah di Ambonsche Burgerschool di Ambon di tempat paman yang mengasuhnya menjadi kepala sekolah. Ambonsche Burgerschool adalah sekolah setingkat SD seperti saat ini. Akan tetapi, pada saat itu lulusan Ambonsche Burgerschool yang mendapatkan nilai yang sangat baik dapat bekerja sebagai pegawai pemerintah.
2. Dr. Johannes Leimena mempunyai kemauan yang sangat kuat untuk belajar & berprestasi, meskipun sangat sulit situasinya.
Ketika pamannya dipindahtugaskan ke Cimahi, Jawa Barat, Johannes ingin ikut bersama pamannya untuk pindah ke Cimahi. Sebenarnya, ibunya bersikeras tidak mengizinkannya pergi karena Johanes masih sangat kecil (setingkat SD) dan pastinya belum dapat untuk hidup sendiri jauh dari orang tua. Namun, ia nekat menyelinap ke kapal dan baru menampakkan diri saat kapal hendak bertolak. Tindakan nekatnya itu membuat ibunya pasrah dan berpesan agar pamannya mau menjadi pelindung baginya. Didikan pamannya yang penuh disiplin berhasil menempa Johannes dan menjadikannya murid yang berprestasi.
Tahun 1914, Johannes hijrah ke Batavia bersama pamannya. Perjuangan Johannes yang penuh disiplin pun berlanjut. Ia berjalan kaki untuk berangkat dan pulang sekolah. Ia selalu bangun subuh untuk membantu pekerjaan rumah tangga di keluarga pamannya. Di Batavia, Johannes melanjutkan studinya di Europeesch Lagere School (ELS), tetapi studinya hanya beberapa bulan saja. Lalu, ia pindah ke sekolah menengah Paul Krugerschool (sekolah untuk anak asli orang Belanda, kini PSKD Kwitang), dan tamat pada tahun 1919. Setelah menyelesaikan sekolah dasarnya, Johannes memilih sekolah campuran dari berbagai golongan, yaitu MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) setingkat SMP saat ini dan tamat tahun 1922. Saat di MULO itulah Leimena aktif dalam organisasi kepemudaan. Dia aktif dalam Pergerakan Pemuda Kristen Indonesia dan menjadi ketuanya.
Johannes dalam perantauannya di Batavia tetap berjuang keras untuk bisa terus berprestasi dan meneruskan sekolahnya. Setelah dari MULO, ia melanjutkan ke Algemeene Middelbare School disingkat AMS yang setara SMA pada saat ini. Kemudian, ia meneruskan studinya ke School tot Opleiding van Indische Artsen (bahasa Indonesia: Sekolah Pendidikan Dokter Hindia), atau yang juga dikenal dengan singkatannya STOVIA, yang adalah sekolah untuk pendidikan dokter pribumi di Batavia pada zaman kolonial Hindia Belanda. Saat ini, sekolah ini telah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penulis melihat Johannes adalah murid yang sangat berprestasi dikarenakan seluruhmahasiswa STOVIA mendapatkan beasiswa pemerintah kolonial dan wajib menjalani ikatan dinas selama sepuluh tahun. Seharusnya hanya mahasiswa yang berprestasi yang dapat lolos dalam seleksi STOVIA dan menerima beasiswa penuh.
Johannes lulus dari STOVIA pada tahun 1930. Setelah lulus, pertama kali ia diangkat sebagai dokter pemerintah di "CBZ Batavia" (kini RS Cipto Mangunkusumo). Beberapa waktu kemudian ia ditugaskan di Karesidenan Kedu saat Gunung Merapi meletus. Setelah itu, ia dipindahkan ke Rumah Sakit Zending Emmanuel, Bandung. Di rumah sakit inilah, saat bertugas dari tahun 1931 sampai 1941, ia bertemu dengan istrinya, Wijarsih Prawiradilaga. Ia adalah putri seorang widana yang kala itu menjadi kepala asrama putri. Mereka menikah di Gereja Pasundan pada 19 Agustus 1933 dan dikaruniai 8 putri. Setelah bekerja selama 11 tahun sebagai dokter swasta, ia melanjutkan studi dan mendalami ilmu penyakit dalam (internist). Pada 17 November 1939, dengan dipandu oleh dekan sekolahnya, Prof. J.A.M. Verbunt, dan panitia pembimbing yang diketuai Prof. Siegenbeek van Heukelom, Dr. Leimena mempertahankan disertasi Ph.D-nya dengan judul Leverfunctieï proeven bij Inheemschen dan meraih gelar Doktor di Geneeskunde Hogeschool/GHS (Sekolah Tinggi Kedokteran), Batavia.
3. Mengapa Dr. Johannes Leimena tertarik dengan bidang politik dan bagaimana ia dapat membagi waktu antara keluarga, pekerjaan/karir, dan pelayanan?
Penulis sangat kagum dengan D. Johannes Leimena. Bayangkan, seorang dokter dengan spesialisasi penyakit dalam (internist) bergelar Ph.D (Doktor) pada tahun 1930-an pasti sangat jarang. Dengan kepandaiannya, ia pasti sudah memperoleh “kemapanan ekonomi” yang sangat cukup. Terlebih lagi, kepadatan waktu untuk membagi waktu antara tugas di rumah sakit, gereja, dan memperhatikan istri dan kedelapan anak-anaknya. Lantas, apa yang mengakibatkan Dr. Johannes Leimena masih punya hati dan waktu untuk terjun dalam bidang politik? Hal-hal apa yang mau dikejarnya dengan masuk dunia politik? Apakah “kemapanan ekonomi” yang lebih lagi, ketenaran, atau hal lainnya?
Pada saat menempuh studi kedokteran di STOVIA, Dr. Johannes juga aktif dalam organisasi Jong Ambon yang nantinya menjadi salah satu peserta Kongres Pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928. Tak hanya itu saja, Dr. Johannes juga mulai berkenalan dengan gerakan Oikumene yang berusaha menyatukan umat Kristen tanpa merenggut mereka dari lingkungan sosial dan budaya asalnya. Sejak saat itu, nasionalisme dan kekristenan menjadi ciri khas pemikiran Oom Yo dalam berbagai aspek hidupnya.
Setelah lulus dari STOVIA pada tahun 1930 dan menikah tahun 1933, keinginan Johannes untuk terus berkecimpung dalam dunia politik terus berjalan. Ketika bertugas di Rumah Sakit Immanuel di Bandung (1931-1941), Oom Yo terkenal sebagai sosok yang sederhana dan selalu melihat setiap orang sebagai makhluk Tuhan yang sama kodratnya. Karena itulah, ia mengecam struktur masyarakat kolonial. Baginya, masyarakat yang terpecah-pecah menurut warna kulit tidak sejalan dengan ajaran Alkitab dan sikap berdiam diri terhadap hal ini bertentangan dengan hati nuraninya. Ia juga tidak setuju dengan para teolog Barat yang memisahkan gereja dan negara secara absolut karena hal itu menyebabkan orang-orang Kristen tidak mau bertanggung jawab dalam kehidupan bernegara. Menurut Oom Yo, orang Kristen harus memancarkan sinar kasih Kristus kepada masyarakat luas melalui partisipasi aktif.
Setelah lulus studi kedokteran STOVIA, Dr. Leimena mendirikan sekaligus menjadi ketua CSV (Christelijke Studenten Vereeniging) yang pertama saat ia masih menginjak tahun ke-4 di bangku kuliah. CSV merupakan organisasi ekstrakemahasiswaan yang merupakan cikal bakal berdirinya GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) tahun 1950. Selain itu, ia juga terpilih sebagai Ketua Umum Partai Kristen Indonesia (PARKINDO) tahun 1950-1957, 5 tahun setelah organisasi ini dibentuk. Hal ini pula yang kemudian mengantarkannya ke berbagai jabatan penting di pemerintahan
Berkat kompetensinya sebagai dokter, Leimena lantas diangkat menjadi Menteri Kesehatan pada 12 Maret 1946. Tak hanya itu saja, Leimena juga aktif sebagai delegasi Indonesia dalam perundingan-perundingan diplomatik dengan pihak Belanda. Ia terlibat di perundingan Linggarjati, lalu menjadi ketua Komisi Militer dalam perundingan Renville dan di Konferensi Meja Bundar. Selama periode 1946 s/d 1949, kepemimpinannya di Komisi Militer telah berhasil menjaga keutuhan TNI. Kesuksesannya di arena diplomasi berasal dari keyakinan bahwa segala persoalan dapat diselesaikan dengan dasar kasih. Itulah sebabnya ia selalu mencari cara-cara yang tidak memerlukan pertumpahan darah. Tak heran, jika Presiden Soekarno sangat memercayainya. Secara keseluruhan, Leimena 18 kali menjadi menteri dalam kurun waktu 20 tahun (8 kali di antaranya sebagai Menteri Kesehatan). Selain itu, ia pun dipercaya sebagai Pejabat Presiden sebanyak 7 kali antara 1961 s/d 1965.
Ketika menjadi Menteri Kesehatan, Oom Yo juga sangat memperhatikan kebutuhan masyarakat banyak akan fasilitas kesehatan sehingga ia mengeluarkan Rencana Bandung yang dirancang berdasarkan pengalamannya melayani sebagai dokter di Bandung. Rencana Bandung inilah yang menjadi cikal bakal dari Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) pada masa kini.
Selain terlibat aktif di pemerintahan, Oom Yo juga memainkan peranan penting dalam pembentukan Dewan Gereja-gereja di Indonesia yang kini menjadi PGI (Persatuan Gereja-gereja di Indonesia). Setelah melepaskan tugas-tugasnya sebagai menteri, Oom Yo masih menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung hingga 1973. Ia meninggal dunia pada tanggal 29 Maret 1977.
4. Pengakuan dari Pemerintah dan Masyarakat Indonesia akan jasa-jasa Dr. J. Leimena.
Dr. J Leimena wafat pada tahun 1977. Pemerintah Indonesia mengakui jasa-jasa yang telah diberikan oleh Dr. J. Leimena selama hidupnya sehingga ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010 dan pada tanggal 9 Juni 2012, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan patung dan rumah pahlawan nasional Johannes Leimena di Ambon.
Tidak hanya itu, pemerintah Indonesia mendirikan Rumah Sakit Umum Pusat kelas A yang terletak di Ambon, Maluku pada tahun 2019 dan menamainya Rumah Sakit Umum Pusat Dr. J. Leimena, disingkat sebagai RSUP Dr. J. Leimena. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit umum pusat ke-34 di Indonesia serta rumah sakit rujukan tertinggi di Maluku.
Pada tahun 2005, juga berdiri Institut Leimena yang meneruskan hasil keputusan Sidang Raya X DGI/PGI 1984 di Ambon yang memutuskan agar PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) membentuk lembaga kajian yang dinamai Akademi Leimena dengan Letjen. T.B. Simatupang sebagai ketua yang pertama. Akademi Leimena ini kemudian berubah nama menjadi Institut Leimena yang mempunyai misi untuk mengembangkan peradaban Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD `45 yang menjunjung tinggi sikap menghormati dan menjaga keberagaman, kemajemukan, dan kesetaraan dalam masyarakat.
Belajar dari keteladanan Dr. J. Leimena, Pertama tidak ada kata sulit. Zaman penjajahan, kesulitan untuk bersekolah, dan tidak adanya alat transportasi yang baik untuk ke sekolah, tidak menjadi halangan bagi Ooom Yo untuk terus bertekat sekolah sampai setinggi-tingginya. Hal ini yang membuat dia bertekat untuk ikut pamannya ke Batavia pada saat ia masih kecil (SD) untuk terus dapat bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Kedua, kesibukan untuk mengejar cita-cita, mengurus keluarga, dan mengejar karier jangan sampai menutup hati, waktu, dan kesempatan untuk terus mengasihi dan melayani Tuhan Yesus. Janganlah kita memisahkan kehidupan peribadahan dari kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, kehidupan sehari-hari kita harus terus “diwarnai” oleh iman Kristiani kita sehingga setiap orang bisa melihat buah-buah iman kita dalam pekerjaan, keluarga, dan pelayanan.
Ketiga, kehidupan pelayanan kita tidak hanya dalam lingkup gereja, rumah, pekerjaan, tetapi juga lingkungan sekitar kita atau mungkin juga lebih besar lagi yang memungkinkan kita bisa menjadi sumber damai sejahtera bagi negara Indonesia dengan berbagai kemajemukan ras, suku, bahasa, dan kepercayaannya.
Kebangkitan Nasional yang diperingati pada tanggal 20 Mei dimulai dari kebangkitan dari diri kita sendiri dari sikap malas, jenuh, acuh tak acuh menjadi sikap penuh disiplin, berkemauan keras, peduli, dan dapat membagi waktu. Pada bulan Mei 2021 ini kita juga memperingati Hari Kenaikan Tuhan Yesus ke surga. Pada kesempatan ini, kita juga diingatkan untuk menjadi “motor perubahan” bagi lingkungan sekitar kita. “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kisah 1: 8).
Kebangkitan diri kita untuk menjadi “motor perubahan” bagi lingkungan sekitar kita adalah sesuai dengan perintah Tuhan Yesus sebelum Ia naik ke surga sekaligus sebagai semangat Kebangkitan Nasional. Ini semua yang Tuhan inginkan sebagai bukti bahwa kita mau untuk mengasihi dan melayani Tuhan lebih lagi.
(Disadur dari beberapa artikel mengenai Dr. Johannes Leimena)
Nathan C.
ilustrasi sampul oleh Good News from Indonesia
Komentar