IMLEK & KEKRISTENAN
Menata Kembali Pemahaman Memperingati Hari Raya Imlek
dari Kacamata Kekristenan
(disadur dari Buku Kekristenan dan Ketionghoaan:
Telaah atas Imlek dan Filsafat Ketionghoaan karangan Pdt. Yohanes Bambang Mulyono, M.Th)
Sebutan orang Kristen-Tionghoa di Indonesia sulit diidentifikasikan secara tepat sebab tidak berarti semua orang Kristen-Tionghoa mempraktikkan tradisi dan budaya Tionghoa. Tidak hanya itu, ada pergumulan dan kesulitan tersendiri dalam merumuskan identitas orang Tionghoa di Indonesia. Mengapa? Mengutip Ariel Heryanto dalam Kompas, 30 Januari 2005, ia menyebutkan ada tiga kelompok orang Tionghoa di Indonesia: 1) tampil se-China mungkin; 2) tak peduli dengan hal itu; dan 3) kelompok orang yang ingin membuktikan secara tegas sikap politiknya yang antirasisme.
Merumuskan bagaimana sikap orang Tionghoa terhadap Imlek bergantung pada sudut pandang ketiga kelompok tersebut, terlebih ketika orang Tionghoa tersebut menjadi Kristen dalam arti sesungguhnya. Sejauh budaya dan adat istiadat tersebut memperkaya umat dalam memahami kebenaran Kristus, mestinya ini menjadi sebuah hal yang dapat diadopsi.
img by : history.com
Sikap orang Kristen-Tionghoa terhadap imlek tentu haruslah kritis. Unsur-unsur pengajaran harus berfokus dalam iman kepada Allah di dalam Yesus Kristus. Itu sebabnya, kita menolak hal terkait dengan bersujud di depan meja sembahyang, memberi makan, dan mendoakan para leluhur. Mitos yang berkembang termasuk dalam perayaan Imlek (misalnya mitos tidak diperbolehkan menyapu rumah selama tiga hari pada perayaan Imlek, mitos menyalakan petasan untuk mengusir monster (Iblis) Nian dsb). Orang Tionghoa-Kristen dapat menerima perayaan Imlek sebagai peristiwa perubahan musim, atau tahun baru dalam penanggalan Cina. Perubahan musim semi karena Imlek atau yang disebut juga dengan Sin Cia berlatar belakang pada kehidupan pertanian di Cina. Pada hari Imlek, para petani menyambut musim semi (Chun Lie) yang dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama (Cap Go Meh). Sementara itu, penanggalan Cina karena kata Imlek berasal dari kata im: bulan dan kata lek: kalender atau penanggalan. Kalender Cina menggunakan sistem lunar, yaitu berdasarkan sistem peredaran bulan.
Dari sudut perspektif iman Kristen, perayaan Imlek perlu dipahami secara teologis dalam kaitannya dengan perayaan Paskah yang berpuncak pada karya penebusan Kristus. Oleh karena itu, dalam memaknai perayaan Imlek secara iman Kristen, perayaan Imlek tersebut harus ditafsir ulang agar dapat dimaknai secara teologis. Tanpa muatan teologis yang alkitabiah, maka keterlibatan kita dalam perayaan Imlek hanyalah suatu sikap yang dangkal, bahkan sekadar ikut-ikutan belaka. Selaku umat percaya, kita diperkenankan merayakan Imlek dalam perspektif karya penebusan Kristus sebagai Anak Domba Allah. Dengan demikian, kita merayakan Imlek bukan untuk mencegah monster (Iblis) Nian memangsa kita (bnd. kisah Batara Kala dalam pewayangan), tetapi merayakan karya penebusan Allah melalui Kristus yang berkenan “melewati” kita dari hukuman dan murka-Nya.
Dalam Imlek, ada sebuah acara yang dilakukan, yaitu bai nian. Bai Nian dilakukan dengan pemberian angpau. Pemberian angpau dilakukan oleh orang yang lebih tua kepada yang lebih muda atau mereka yang belum menikah, setelah sebelumnya mereka memberi pai-pai. Kalau tradisi ini diberi muatan teologis alkitabiah, yaitu memberi penghormatan kepada orang tua, maka ini mengingatkan kita pada apa yang dituliskan dalam Firman Tuhan Keluaran 20: 12, “hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu”.
Firman Tuhan itu perlu dimaknai secara utuh, bahwa sebagai anak, kita harus senantiasa menghormati dan mengasihi orang tua kita, terlebih ketika mereka sudah tua dan tak berdaya. Tradisi bai nian juga dapat dimaknai sebagai media umat untuk menyatakan bela rasa kasih Allah kepada anggota keluarga dan sesama. Dengan demikian melalui tradisi bai nian, dikembangkan spiritualitas keramahtamahan yang tulus pada setiap orang, yang dimulai dari orang terdekat kita, yaitu keluarga. Pada akhirnya, keramahtamahan dalam tradisi bai nian menjadi media kepedulian, cinta kasih dan kesediaan berkurban kepada sesama, sebagaimana Allah di dalam inkarnasi Kristus berkenan melawat kita.
Pdt. Gloria Tesalonika
Nespozy
To exclude the influence of Dox treatment only, wild type hESCs stably carrying gNANOG WTSG were used as the control priligy pill