BENAR-BENAR MERDEKA!
Merdeka itu holistik
Tentang kemerdekaan, Soekarno pernah menjelaskan demikian, “Ketahuilah bahwa kemerdekaan barulah sempurna, bilamana bukan saja dari politik kita merdeka, dan bukan saja ekonomi kita merdeka, tetapi di dalam hati pun kita merdeka.”
Rasanya, Bung Karno tepat. Merdeka itu bukan hanya bersifat fisik. Mahatma Gandhi contohnya. Pejuang kemerdekaan India ini sempat dipenjara. Namun, setelah bebas, ia tetap merasa tidak merdeka sebab Gandhi melihat bangsanya menderita. Orang Inggris menindas rakyat India. Ia menyadari, selama ada eksploitasi kepada sesama manusia, hidupnya tidak benar-benar merdeka. Ini yang mendorong Gandhi melakukan ahimsa.
Kemerdekaan juga bukan hanya soal ekonomi. Seseorang bisa saja memiliki banyak materi. Akan tetapi, ada loh orang kaya seperti itu yang belum merdeka. Tanpa sadar, ia dibelenggu dan diperbudak harta. Selalu merasa kurang. Menteri atau pengusaha yang punya ratusan milyar dan masih korupsi adalah contohnya. Mereka belum merdeka sebab diperbudak harta.
Merdeka juga bukan hanya soal politik. Tahun 1945 bangsa Indonesia merdeka. Secara politik, bangsa kita sudah bebas dari penguasa kolonial Belanda. Namun, pascakemerdekaan, penindasan masih tetap terjadi. Pelakunya anak bangsa sendiri. Tentang ini, Soekarno pernah mengingatkan, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Belum (semua) merdeka
Soekarno benar. Pasca kemerdekaan 1945, setelah 78 tahun Indonesia merdeka, perjuangan kita belumlah selesai. Penyebabnya adalah Pancasila belum mendasari kehidupan bersama, sebagaimana ideal dalam pembukaan UUD 1945. Prinsip ketuhanan diinterpretasi hanya sebagai ajaran dan ritual keagamaan, bukan dalam wujud perilaku atau tindakan. Akibatnya, Indonesia dikenal sebagai negara beragama, tetapi tingkat korupsinya tinggi. Corruption Perception Index Indonesia tahun 2022, skornya rendah, ada di angka 34 dari 100. Indonesia berada di posisi 110 dari 180 negara. Artinya, Indonesia adalah negara yang koruptif.
Kemanusiaan yang adil dan beradab juga belum sepenuhnya menjadi prioritas kehidupan berbangsa. Indeks Hak Asasi Manusia Indonesia pada tahun 2022 adalah 3,3. Nilainya mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2021, yaitu 3,00. Namun, nilai ini belum baik sebab skalanya 1-7. Menurut Ismail dari Setara Institut, beberapa persoalan HAM masih terjadi, seperti pelanggaran HAM di Papua, pelarangan ibadah kelompok minoritas, dan beberapa pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Di dalam pidato kenegaraan dalam rangka HUTke-78RI, Presiden Jokowi menyebut 20 kata ekonomi, 6 kata investasi, 5 kata revolusi industri 4.0, tetapitidak menyebut satu pun hak asasi manusia. Padahal, beberapa pelanggaran HAM di negeri ini masih menjadi isu yang belum terselesaikan. Misalnya, sebagaimana laporan Komnas HAM, ada enam kasus pelanggaran HAM di Papua yang terjadi dalam kurun waktu 1998 sampai dengan 2017.
Tentang persatuan Indonesia, pemerintah Jokowi menganggap ekonomi sebagai solusi untuk mewujudkannya. Dalam pidato kenegaraan HUT ke-78 RI, Jokowi berkata, “Penyelesaian pembangunan infrastruktur yang memurahkan logistik untuk membangun dari pinggiran dan mempersatukan Indonesia, terus diupayakan”. Kita bersyukur untuk pembangunan infrastruktur yang menunjukkan komitmen pemerintah dalam mewujudkan keadilan sosial. Namun, ini belum cukup. Nasionalisme dan persatuan bangsa tidak dibangun melalui peningkatan infrastruktur saja sebab persatuan bangsa bersifat multidimensi. Ia bisa goyah karena intoleransi antara gama dan suku serta perbedaan pilihan politik masih tetap terjadi.
Demokrasi Pancasila yang mestinya berujung pada kedaulatan rakyat, juga belum benar-benar membuat rakyat berdaulat. Sebaliknya, demokrasi hanya menjadikan rakyat sebagi objek politik. Mereka dianggap “penting”hanya pada tahun politik. Prinsip demokrasi one man, one vote, dan one value juga membuat demokrasi berjalan sangat transaksional dan sarat money politic.
Terakhir, keadilan sosial yang menjadi cita-cita kemerdekaan bangsa, masih jauh dari ideal. Dalam 10 tahun terakhir, rasio gini di Indonesia fluktuatif dan tidak menunjukkan perbaikan. Di tahun 2010, rasio gini sebesar 0,378, tetapi mengalami peningkatan menjadi 0,382 setelah 10 tahun berjalan (2019). Artinya, dalam sepuluh tahun terakhir, kesenjangan distribusi pendapatan di Indonesia semakin memburuk. Jarak antara kelompok kaya dan miskin semakin lebar.
Ketimpangan sosial juga bisa dilihat dalam indeks pembangunan manusia Indonesia (IPM). Walau menunjukkan tren kenaikan setiap tahunnya, IPM wilayah Jawa dan luar Jawa,khususnya daerah Timur Indonesia seperti NTT dan Papua,menunjukkan ketimpangan yang serius.
Teladan untuk kemerdekaan
Kenyataan yang memprihatinkan di atas, tidak boleh membuat kita kehilangan rasa syukur dan gembira dalam merayakan kemerdekaan Indonesia. Kita bersyukur dan bergembira karena Indonesia sudah merdeka selama 78 tahun. Akan tetapi, ada yang belum selesai. Perjuangan mengisi kemerdekaan belum usai.
Kita perlu berjuang untuk mengisi kemerdekaan juga. Bagaimana caranya? Dengan menghidupi pesan Rasul Paulus kepada jemaat Galatia, “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Oleh karena itu, berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan” (Gal 5: 1).
Apa artinya Kristus telah memerdekakan kita? Artinya, orang yang percaya kepada pengurbanan Tuhan Yesus di atas kayu salib dan mengalami karya penebusan-Nya itu, hidupnya benar-benar merdeka! Orang itu tidak lagi diperbudak oleh apapun, baik harta, kuasa, mau pun ego dirinya. Selama orang diperbudak sesuatu atau seseorang,orang itu tidak merdeka. Selama orang diperbudak seseorang atau sesuatu, ia akan menyengsarakan atau memperbudak orang lain juga. Hal ini membuat dirinya dan orang lain belum merdeka. Orang yang diperbudak harta akan korupsi. Itu akan menyengsarakan dirinya dan orang lain!
Sebaliknya, ketika seseorang mengalami karya penebusan Kristus yang telah menerima dan mengampuninya, orang akan benar-benar merdeka. Ia mengalami contentment/kepuasan. Mengapa? Sebab cinta Tuhan Yesus yang sempurna, yakni menerima dia apa adanya, menyelamatkannya, dan menjadikannya anak Bapa di suga. Ini membuat dia bersyukur dengan dirinya sebab di dalam dan melalui Tuhan Yesus, dia menjadi pribadi yang berharga dan istimewa. Konsekuensinya, dia tidak lagi mau diperbudak apapun dan oleh siapapun. Dia menjadi bebas atau merdeka!
Merdeka di sini bukan berarti hidup tanpa aturan dan tidak mengikuti standar moral. Merdeka di sini adalah hidup yang berpusat kepada Kristus, bukan berpusat pada ego, harta, kuasa, atau standar dunia. Kenapa berpusat pada Kristus? Karena Kristus telah memerdekan dia: menerima dia, mengampuni dia, dan mengangkat dia menjadi anak Bapa di surga. Dia akan bersyukur dan menjadikan Kristus sebagai Tu(h)annya. Hidup yang seperti ini adalah hidup yang memerdekakan orang lain juga.
Jika orang Kristen bisa menjalani hidup seperti itu, orang Kristen bisa menjadi teladan di tengah bangsa ini. Di tengah banyak orang yang diperbudak seseorang, sesuatu dan ego, keberadaannya menjadi contoh bagaimana hidup yang benar-benar merdeka. Hidup yang seperti ini tidak akan memperbudak atau menyengsarakan orang lain. Dengan demikian, hidup yang demikian memerdekakan orang lain juga.
Pdt. Darwin Darmawan
888starzblogspot
скачать 888starz на телефон https://888-starz.blogspot.com/