WIDYADI PURWOSUWITO Yang Saya Kenal
Sosok yang kebapakan ini saya kenal pertama kali ketika GKI Citra Garden (sebutan waktu itu) melakukan pendekatan dalam rangka pemanggilan untuk menjadi pengerja (istilah dulu di GKI Jabar). Kami bertemu pertama kali di sebuah rumah makan di Taman Ratu. Kala itu, rombongan GKI Citra Garden yang terdiri dari Pnt. Frank Hendarmin, Pnt. Widyadi Purwosuwito, Pnt. Andreas Winata, Pnt. DW Purba, Pnt. Hanny Dinata, Pnt. AR Sahetapy ingin "meminang" saya menjadi calon pendeta di GKI Citra Garden. Peristiwa itu terjadi pada awal tahun 1994.
Pada awal pelayanan saya, intensitas pertemuan dengan Pak Wid tidak terlalu sering. Kesibukan pekerjaan dan tanggung jawab untuk keluarga (mengantar Sthira ke sekolah) membuat kami jarang bertemu. Pertemuan biasanya terjadi pada ibadah Minggu atau Persidangan Majelis Jemaat.
Karakter kuat yang terlihat dalam diri Pak Wid adalah teliti untuk mengingat peristiwa yang dianggapnya amat penting. Saya sering memberi predikat kepadanya dengan sebutan "ahli sejarah". Pak Wid hampir tidak pernah meleset untuk menyebutkan tanggal dan tahun peristiwa sejarah pertumbuhan GKI Citra Garden. Setiap orang yang pernah terlibat dalam pertumbuhan GKI Citra Garden tidak ada yang luput namanya untuk dituliskan. Di tangannya, setiap peristiwa menjadi penuh makna. Semua dijalinnya dalam kata dan tutur santun berbahasa yang apik dan puitis. Itulah talenta yang Tuhan percayakan kepadanya. Talenta itu dialirkan untuk pelayanan di mana ia ditempatkan. Tidak heran, saya pernah mendengar Pak Wid menjadi sekretaris Majelis Jemaat GKI Layur dan sebagai penulis di beberapa majalah gereja. Pengalaman ini juga yang menjadikan Pak Wid sebagai salah seorang penulis di majalah Paideia GKI Citra Garden sekaligus tim editor. Ia juga yang menjadi salah satu bidang yang melahirkan Paideia (Pendidikan anak-anak), sebuah evolusi surat bulanan GKI Citra Garden.

Kecintaannya terhadap pelayanan juga dengan konsisten dilakukan. Pak Wid yang sangat mengenal umat membuat banyak orang yang tidak dapat melupakan keramahtamahannya. Sebagai ketua Komisi Perlawatan, ia tahu satu persatu anggota jemaat. Ia juga menjadi tempat "curahan hati" mereka yang sedang mengalami pergumulan. Biasanya, jika ada yang memang harus segera mendapat penanganan pastoral, Pak Wid akan memberitahu saya. Bagi saya, Pak Wid merupakan kawan sepelayanan yang teguh menjaga rahasia jabatan.
Latar belakang Pak Wid sebagai seorang yang paham betul soal bangunan, menjadikannya salah seorang panitia dalam pembangunan gedung gereja dan pengadaan sarana gedung gereja. Ia mampu menempatkan diri dan berkolaborasi dalam tim termasuk dengan orang-orang muda. Kesabaran dan sosok kebapakan menjadikan Pak Wid sebagai pengayom bagi banyak teman dalam pelayanan.
Pak Wid adalah orang yang diberi banyak talenta. Salah satunya adalah bermain musik dan menyanyi. Ia salah seorang pemain organ dan akordion yang selalu mendampingi para pendeta, bukan saja dalam ibadah di gereja, melainkan juga di luar gereja. Seingat saya, Pak Wid satu-satunya di GKI Perumahan Citra yang memainkan akordion pemberian dari Ibu Wiwi Suradji. Alat musik akordion ini yang biasa kami pergunakan ketika ada dalam kedukaan di pemakaman. Saya tidak pernah dapat melupakan setiap peristiwa itu ketika kami berkolaborasi dalam ibadah kedukaan. Sangat indah, menyentuh hati, dan syahdu. Pun, ketika Pak Wid bernyanyi dengan suara bass, maka harmoni dalam paduan suara itu begitu pas. Tanpa komando, Pak Wid akan menyesuaikan dengan yang lainnya. Maka, apapun acaranya, pujian menjadi indah.

Suatu hari, Pak Wid pernah bertanya kepada saya tentang bekerjasama dengan rekan yang masih muda usianya. Rupanya ini gaya bicara seorang tua yang juga ingin belajar bergaul dan berkomunikasi dengan orang muda. Pak Wid sadar betul bahwa tiap zaman menghasilkan generasi yang punya gaya hidup, gaya bicara berbeda dan karena itu ia mau belajar. Ia mau agar kehadirannya tetap dapat menjadi berkat dan diterima oleh semua generasi. Keinginannya untuk belajar menunjukkan kerendahan hatinya untuk menyesuaikan diri dan memperkecil kesalahpahaman dalam berinteraksi.
Semangat pelayanannya tidak pernah kendor. Saya ingat pada suatu malam menjelang pagi, Pak Wid menjemput saya dengan motor Honda berwarna merah untuk membesuk salah seorang anggota jemaat di RS kanker Dharmais. Kami berboncengan dan masuk dalam kegelapan malam untuk mendoakan anggota jemaat yang sedang kritis. Sepanjang perjalanan, kami hanya terdiam seolah paham betul dengan situasi yang berat ini. Kami pulang hingga pagi dini hari. Pak Wid mengantar saya pulang dan berpesan untuk beristirahat dengan baik. Motor itu baru berangkat setelah ia memastikan saya sudah masuk dalam rumah pastori dengan aman. Pak Wid adalah ayah rohani yang Tuhan hadirkan bagi saya dalam pelayanan di GKI Citra, mungkin juga bagi banyak orang di GKI Citra.
Tuhan menepati janji-Nya kepada Pak Wid. Sebagai seorang anak pendeta, Pak Wid dapat membimbing anak semata wayangnya untuk mencintai pelayanan. Menurut saya, didikan seorang ayah sangat berperan besar dalam keputusan hidup anaknya. Satu kebanggaan Pak Wid adalah ketika Sthira Budhi pada akhirnya memilih panggilan hidup sebagai seorang pendeta. Anak dan bapak yang bak pinang dibelah dua ini pada akhirnya sering bertemu dalam pelayanan di GKI.
Percakapan saya yang terakhir dengan Pak Wid terjadi pada tanggal 19 Maret 2020. Saya mengirimkan doa dan Pak Wid menjawab pada hari itu pkl. 23.01: "Terima kasih Pdt. Ellisabeth". Itulah yang terakhir, sebab setelah itu, Pak Wid pulang ke rumah Bapa di surga pada Sabtu, 21 Maret 2020 pkl. 20.54.
Pak Wid sudah menyelesaikan hidupnya di dunia. Seperti Rasul Paulus yang pernah mengatakan dalam 2 Timotius 4: 7-8: "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil pada hari- Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya", saya yakin, inilah juga hidup Pak Wid.
Terima kasih untuk keluarga yang mengizinkan Pak Wid untuk berbagi waktu dengan umat di GKI Perumahan Citra 1. Keluarga yang sangat dikasihi Pak Wid: Ibu Jeanne Dima, Sthira dan Gebby, Sergio dan Sophie serta Oma Simon. Kiranya kenangan yang baik dan teladan indah yang diwariskan memberikan inspirasi kepada kita semua untuk menggunakan hidup ini sebagai kesempatan untuk melayani Tuhan.
Kawan seperjalanan Pak Wid,
Ellisabeth Hasikin
