Pnt. Wibawa Sulaiman Hidajat
Pria yang perawakannya tinggi dan selalu kelihatan kalem itu biasa dipanggil di lingkungan gereja dengan Pak Wibawa. Lahir pada 08 September 1962 dan dibesarkan dari keluarga Kristen. Ayahnya pernah juga melayani sebagai seorang penatua di GKI Samanhudi dan terakhir melayani di Tabitha. Sebelum menerima panggilan sebagai penatua, Pak Wibawa pernah melayani di Komisi Perlawatan. Saat ini, Pak Wibawa ditugaskan untuk melayani di Bidang Kespel.
Perkenalannya dengan Louisa Hakim yang lahir pada 25 Januari 1964, yang kelak menjadi pasangan hidupnya, terjadi karena “faktor teman”. Mereka berkenalan karena diperkenalkan oleh teman mereka. Ya, pada waktu itu, Louisa Hakim muda aktif melayani sebagai seorang Guru Sekolah Minggu di GKI Perniagaan. Waktu pun berlalu dan di antara mereka semakin terasa ada kecocokan dan saling pemahaman satu dengan yang lain. Pada 1991, Wibawa dan Louisa muda memutuskan untuk mengikat dalam tali suci pernikahan. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai tiga orang anak yang ganteng-ganteng dan cantik. Putra sulung lahir pada 16 Maret 1993, diberi nama Jonathan Immanuel. Selanjutnya, lahir seorang putri pada 19 November 1994 dan diberi nama Eunice Prita Immanuella. Terakhir, lahir seorang putra sekaligus bungsu di keluarga bahagia ini pada 02 Juli 1999 dan diberi nama Joshua Budhidarma Immanuel yang saat ini sedang kuliah mengambil jurusan Teknik Industri di Universitas Parahyangan, Bandung. Selain itu, masih ada Irene, anak dari kakak Louisa, yang sudah ikut dengan mereka sejak dia masih kecil.

Maret, menjadi bulan yang tidak mungkin untuk dilupakan dalam hidup seorang Wibawa Sulaiman. Betapa tidak? Saat itu di GKI Perumahan Citra 1 sedang banyak yang terpapar Covid-19 dan Pak Wibawa merupakan salah satu yang terpapar dan harus menjalani perawatan serta isolasi di RS Ciputra. Ada hikmat yang didapat dalam situasi menyeramkan itu. Pak Wibawa menjadi sering berdoa dan membaca buku. Bahkan, saat itu pun Eunice, putri mereka tidak bisa berkerja, sehingga kesempatan tidak bekerja itu menjadi cara Tuhan bagi keluarga mereka agar dapat berkumpul dan beribadah dengan keluarga di tengah kesibukan masing-masing yang terjadi sebelum Covid-19 muncul. Bagi seorang Pak Wibawa, tidak ada kata terlambat untuk melayani meskipun baru saat pensiun baru mau menyatakan diri untuk melayani sebagai seoarang Majelis Gereja. Melayani Tuhan selalu menjadi sebuah keuntungan atau kesempatan berharga, saat usia kapan pun kita menerima panggilan mulia itu.

Dalam kesehariaannya, Pak Wibawa sangat senang mendengarkan lagu “Tuhanlah kekuatanku, Dialah nyanyianku Dialah keselamatanku”. Lagu itu selalu memberinya kekuatan dalam menjalani pekerjaan dan pelayanannya selama ini. Pak Wibawa berharap agar dia dapat menjalani tugas kepenatuannya dengan hati yang tulus. Jangan sampai ada kesombongan rohani. Semua itu dilakukannya dengan satu tujuan, yaitu untuk kemuliaan nama Tuhan. Selamat melayani sebagai seorang penatua periode 2020-2023, Pak Wibawa. Tuhan selalu memberkati dan menyertai pelayanan Bapak.
Liana Tantri
*foto : dok. pribadi
