CHINESE NEW YEAR

CHINESE NEW YEAR

Masyarakat Indonesia, khususnya keturunan Tionghoa, baru saja merayakan Chinese New Year (CNY). Selain Chinese New Year, orang banyak juga menyebutnya dengan Tahun Baru Imlek (Im berarti bulan dan Lek berarti kalender), atau Lunar New Year (lunar artinya bulan). Kalender dihitung berdasarkan peredaran bulan. Tanggal 1 disebut ce-it, bulan sabit. Tanggal 15 adalah bulan purnama. Dahulu, orang Tionghoa mengadakan perayaan awal tahun, disebut Spring Festival atau Perayaan Musim Semi, selama 15 hari. Pada hari ke-15, biasa juga disebut dengan cap-go-me (tanggal 15 malam) diadakan atraksi barongsai (barong berarti singa, dan sai juga berarti singa). Tiap-tiap rumah memasang lampion yang indah, sebagai tanda klimaksnya acara Spring Festival.

Menurut tradisi orang Tionghoa, persiapan merayakan Tahun Baru Imlek dimulai dengan makan onde, yang selalu jatuh pada tanggal 22 Desember. Memang dalam hal ini ada kepercayaan penyembahan kepada Dewa Dapur. Namun, asal kita tidak menyembah kepada ilah lain, hanya menyembah kepada Allah Sang Pencipta, boleh saja kita sekeluarga membuat dan makan onde bersama, yang dimasak dengan gula merah dan jahe yang manis dan hangat.

Soal tradisi, ada lima tipe pendapat di kalangan orang beriman. Ada yang sangat terbuka, apa pun boleh. Ada pula yang sangat tertutup, semua tradisi dianggap ketinggalan zaman. Bahkan, sudah tercemar oleh takhayul sehingga semua tradisi CNY harus ditolak. Ada lagi yang sesuka-suka dirinya, ada yang sebagian besar diterima dan ada pula yang sebagian besar ditolak, tanpa mengadakan pemahaman dan pergumulan yang memadai. Tipe pendapat terbaik adalah bersikap toleransi, meskipun sekaligus memiliki sikap kritis yang memadai sehingga bukan sesuka-sukanya saja, juga bukan berarti tanpa pergumulan.

Di Indonesia, khususnya pada era Orde Baru, CNY pernah ditolak mentah-mentah oleh pemerintah karena dianggap bertolak belakang dengan budaya Indonesia. Setelah gerakan reformasi dan perjuangan gigih dari Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI), CNY resmi ditetapkan menjadi hari libur. Tentunya, hari libur ini berkaitan dengan diterimanya agama Konghucu sebagai salah satu agama di Indonesia. Ada beberapa anggota masyarakat yang menyebutnya dengan Happy Lunar New Year 2574, dengan perhitungan tahun kelahiran Konghucu pada tahun 551 BC. Jadi, tahun 2023 + 551 = 2574. Pada hal CNY sudah sekitar 4000 tahun, jauh sebelum Konghucu lahir. Maka, CNY adalah milik semua orang Tionghoa, suku mana pun, dan agama apa pun. Termasuk orang Kristen Tionghoa, boleh merayakan CNY, tentu berdasarkan iman Kristiani.

Pada masa kini, secara resmi tidak lagi pakai kalender lunar (Imlek). Tahun baru kita seharusnya hanya tanggal 1 bulan 1 tahun Masehi. Namun, CNY sebagai tradisi ribuan tahun yang sudah berakar dan mendarah daging di kalangan rakyat Tionghoa, yang semula sebagai masyarakat pertanian, tetap dilestarikan. Perlu diketahui, pada tahun 1928 Pemerintah di China pernah melarang rakyat untuk merayakan CNY. Pada era pemerintahan komunis, ketika terjadi Revolusi Besar Budaya pada tahun 1967, CNY dilarang berlibur. Setelah terjadi reformasi keterbukaan, kalangan masyarakat di China dengan penuh kegembiraan berlibur dan merayakan CNY.

CNY sangat mementingkan hubungan kekeluargaan. Pada malam CNY, semua anggota keluarga wajib berkumpul dan makan malam bersama di rumah. Reuni keluarga diadakan setahun sekali, mirip dengan Lebaran. Akan tetapi, reuni pada malam CNY itu pasti makan besar dan pada malam itu dibagi Angpao (amplop merah yang berisi uang) kepada anak-anak.

Pada malam CNY sering dipasang mercon, untuk mengusir bala. Menurut cerita dongeng, Si Tahun itu adalah makhluk buas yang memakan orang. Supaya tidak dimakan Si Tahun, dinyalakan petasan untuk mengusir Si Tahun yang buas. Sebaiknya, tradisi menyalakan petasan yang berisik ini tidak perlu diadakan karena mengganggu ketenangan.

Ada pula tradisi CNY, orang dengan gembira memakai pakaian berwarna merah. Mengapa berwarna merah? Karena warna merah adalah warna api, melambangkan semangat baru dan kegembiraan. Di daerah utara China, awal musim semi masih diselimuti salju putih. Bila sekeluarga berkumpul mengelilingi tungku api, sambil menikmati masakan hot pot, ada rasa hangat dan akrab. Tidak heran, warna merah menjadi warna kesukaan pada Chinese New Year.

Saling mengunjungi dan saling mengucapkan selamat tahun baru di antara sanak saudara untuk mempererat relasi kekeluargaan, menjadi kewajiban yang baik dan indah. Sayangnya, pemaknaan tahun baru sering disalahartikan bahwa segala sesuatunya diharuskan serba baru. Pakaian harus baru, pakaian luar maupun dalam. Untuk hal ini, saya tidak setuju. Kita hanya adakan pembaruan lahiriah karena menjadi manusia ciptaan baru jauh lebih penting.

Makanan dan buah-buahan serta dekorasi pada CNY, semua melambangkan berkat, khususnya buah jeruk, kue keranjang, dan ikan. Ucapan selamat tahun baru juga dengan ucapan diberkati menjadi kaya raya (Gong Xi Fa Cai), hidup lancar, sukses, dan bahagia. 

Orang Tionghoa sangat rindu diberkati, dengan berbagai lambang dan ucapan selamat. Orang Kristen Tionghoa boleh merayakan CNY dengan hanya mengakui Tuhan sebagai sumber segala berkat dan setia ikut Tuhan. Mau berbagi angpao? Silakan, khususnya kepada orang tua kita dan orang yang membutuhkan.

Selamat Tahun Baru. 

 

Pdt. Em. Luther Tan

 

Berita Terkait