ANUGERAH TUHAN MEMULIHKAN KELUARGA

ANUGERAH TUHAN MEMULIHKAN KELUARGA

Saat ini, kita masih berada dalam rangkaian kegiatan Bulan Keluarga. Untuk itu, saya akan sedikit sharing pengalaman bersama keluarga yang baru saja dilalui beberapa waktu yang lalu. Pengalaman ini terjadi memasuki minggu kedua Juli, tiga bulan yang lalu. Hal yang tak pernah terbayangkan akan kami alami, pada kenyataannya harus terjadi. Saya dan keluarga terpapar virus Covid-19.

Gejala yang kami alami berbeda-beda. Kakak saya “OTG” (orang tanpa gejala). Ia masih bisa menikmati makanan meskipun sedikit flu dan batuk. Pada 01 Juli (setelah 10 hari), ia pun sudah dinyatakan negatif. Kakak ipar saya juga mengalami flu dan tenggorokannya sedikit gatal hingga ia harus berjuang ketika batuk. Sementara itu, ibu saya juga mengalami kelemahan fisik, lemas, dan hanya mau berbaring. Bahkan, ada suatu waktu ia pun merasa sakit di bagian lambungnya. Saat itu tengah malam, ia menyampaikan betapa berat rasa sakit yang dialami. Hingga akhirnya ia berusaha untuk mengubah posisi tidur, berupaya dalam beragam cara untuk mengurangi rasa sakitnya. Itu gejala yang dialami oleh ibu saya. Adapun kondisi yang saya alami sendiri sedikit berbeda. Saya mulai merasakan demam yang cukup tinggi (38,5-38,7) dan mulai merasakan gejala flu. Ketika kemudian dinyatakan positif Covid-19, saya mengalami sakit di bagian perut. Selama 4-5 hari pertama, hampir beberapa kali saya muntah dan tidak dapat makan. 

Dari semua anggota keluarga, kondisi ayah saya yang dapat dikatakan cukup parah. Setelah dinyatakan positif melalui tes PCR, saturasi ayah saya menurun berkisar 86-88. Badannya mulai terasa lemas, tidak ada nafsu makan, dan mengalami sesak napas. Karena kami tinggal bersama selama masa pandemi ini, ia pun menanyakan oksigen kepada saya. Ia menyatakan bahwa ia mulai mengalami kesulitan untuk bernapas. Di sinilah kami bergumul sebagai keluarga. Kami harus membuat sebuah keputusan. Ayah saya adalah orang yang cukup kuat karena sebelum pensiun beliau bekerja di proyek/lapangan. Namun, hari itu kami melihat kondisinya yang begitu berat sehingga kami memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit. 

Tidak pernah ada yang kebetulan. Saya meyakini pekerjaan Tuhan sungguh nyata melalui kehadiran banyak orang, mulai dari rekan pendeta, para penatua, umat di GKI Perumahan Citra 1, maupun rekan-rekan pendeta lain serta sahabat, yang juga menghubungi dan membantu sehingga ayah saya mendapat perawatan di Rumah Sakit Ukrida. Saya menyadari bahwa pertengahan Juli adalah puncak Covid yang juga melanda klaster keluarga sehingga tidak mudah untuk mendapatkan kamar perawatan di rumah sakit. Namun kami hanya mampu bersyukur karena Tuhan mengizinkan ayah saya mendapat perawatan. Selama dua minggu, ia dirawat dengan kondisi tubuh yang lemah dan membutuhkan penanganan. Puji Tuhan, ia dipulihkan dan dapat kembali berkumpul bersama keluarga. 

Pengalaman selama 3-4 minggu yang kami lalui membuat kami sekeluarga berefleksi. Kami menghadapi situasi yang berat dan tidak mudah. Ketika melihat anggota keluarga terpapar virus, terlebih ketika papa saya merasa sudah “tidak kuat” dan harus segera ditangani, saya amat bergumul. Secara manusiawi, saya mengalami kekhawatiran dan kecemasan yang bertubi-tubi. “Nanti bagaimana dengan ayah saya?” “Apakah ia akan mendapat rumah sakit, apalagi saat itu rumah sakit begitu penuh?” Saya berusaha untuk tetap tegar karena di tengah keluarga, masih ada ibu dan kakak ipar saya yang harus berjuang menghadapi virus ini. 

Di tengah kondisi yang terjadi, hanya satu yang kami lakukan, yaitu “belajar berserah” dan “percaya” kepada Tuhan. Meyakini bahwa dalam situasi tersulit sekalipun Ia tetap hadir dan sanggup memulihkan. Keberserahan itu membawa saya melihat pekerjaan Tuhan sungguh menakjubkan. Pertolongan Tuhan selalu tepat pada waktunya. Ketika memerlukan tempat perawatan di rumah sakit, Tuhan memberikan yang terbaik. Ada banyak orang yang berusaha menghubungi beberapa rumah sakit hingga akhirnya kami mendapat tempat yang terbaik. Ketika saat itu kami tidak bisa mengantar ke rumah sakit, pihak rumah sakit menelepon dan mengatakan bahwa ayah saya dapat dijemput oleh ambulans. Lalu, ketika tiba di rumah sakit, ayah saya pun segera mendapat penanganan yang terbaik. Mulai dari IGD, hingga masuk ruang perawatan. Hari demi hari, pemulihan pun terjadi. 

Karya Tuhan juga kami rasakan ketika kami menjalani isolasi di pastori. Ada banyak orang yang begitu mengasihi kami dan memberikan apa yang kami butuhkan, seperti makanan, vitamin, dan obat-obatan yang kala itu pun tidak mudah diperoleh. Lebih dari itu, doa dari keluarga besar jemaat Tuhan di GKI Perumahan Citra 1 senantiasa dipanjatkan. 

Ketakjuban yang juga kami alami adalah ketika keponakan saya yang baru berusia 1,5 tahun tetap beroleh kekuatan. Kami tidak tahu apakah ia terpapar atau tidak karena kami tidak tega untuk melakukan swab/ PCR kepadanya yang masih sangat kecil. Ia berada di tengah-tengah kami. Namun, kami menyaksikan bagaimana anugerah Tuhan dinyatakan kepadanya. Ia tetap sehat, lincah, dapat makan, tidur, ataupun istirahat dengan cukup. Ia bertumbuh menjadi anak yang membawa sukacita dan kebahagiaan di tengah keluarga. Kehadirannya menguatkan ayah saya untuk terus bertahan melanjutkan hidup yang Tuhan anugerahkan. 

Kini, kami semua telah pulih. Kami yakin dan percaya bahwa Tuhanlah Sang Pemulih dalam hidup keluarga kami. Kami belajar untuk punya keberserahan secara penuh kepada Dia, Sang Pemilik hidup kami. Ia selalu memberikan yang terbaik. 

Ada sebuah ayat yang saya refleksikan ketika saya dan keluarga terpapar virus Covid-19 ini. Ayat ini terus “menggema” di telinga saya ketika membacanya. Firman Tuhan dalam Kitab 2 Raja-raja 20: 5, mengatakan, “Baliklah dan katakanlah kepada Hizkia, raja umat-Ku: Beginilah firman TUHAN, Allah Daud, bapa leluhurmu: Telah Kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu; sesungguhnya Aku akan menyembuhkan engkau.” Ayat ini mengisahkan tentang Raja Hizkia yang mengalami pergumulan karena sakit dan merindukan kesembuhan. Ia pun datang dalam doa kepada Tuhan. Tentu apa yang didoakan, sungguh-sungguh lahir dari kerinduan untuk memperoleh pemulihan. Pernyataan “Aku akan…” menjadi peneguhan bahwa Ia adalah Allah yang berdaulat dan sanggup memulihkan. Ia mengabulkan doa permohonan Hizkia, tentu bukan semata-mata karena tindakan baik yang telah dilakukan, melainkan karena kasih setia-Nya kepada keluarga Daud. 

Kisah ini menguatkan hidup saya dan keluarga. Bersyukur untuk pemulihan yang terjadi. Semua karena kasih dan anugerah-Nya. Oleh karena itu, kepada setiap kita yang terus merindukan pemulihan, apapun situasi yang kita hadapi, yakin dan percayalah bahwa Ia sanggup memulihkan kita. Asalkan kita bersedia datang dalam doa kepada-Nya. Jangan pernah menyerah. Seperti refrain sebuah lagu yang juga kami sekeluarga dengarkan selama mengalami Covid-19.

Jangan pernah menyerah, Jangan berputus asa

Mujizat Tuhan nyata bagi yang setia dan percaya

 

Tuhan memberkati kita semua. Amin.

Pdt. Gloria Tesalonika

Berita Terkait
Komentar
Tinggalkan Komentar